Dari ratusan pondokan jamaah haji Indonesia yang tersebar di sejumlah wilayah, setidaknya ditemukan satu di antaranya ternyata di bawah standar yang telah ditetapkan. Ini terungkap saat tim pengawas penyelenggaraan ibadah haji 2008 yang beranggotakan 10 anggota Komisi VIII DPR dipimpin Said Abdullah, Wakil Ketua Komisi, mengunjungi tiga pondokan jamaah yang terpisah di tiga wilayah di Mekah pada Kamis (20/11)
Tim yang beranggotakan sepuluh anggota Komisi VIII DPR tersebut menginjakkan kaki pertama kali di pemondokan nomor 301 di wilayah Aziziah Syissa, sekitar 150 meter dari Masjidil Haram. Rumah tersebut dihuni jamaah haji Indonesia asal kelompok terbang (kloter) Demak Embarkasi SOC (Solo).
Di lantai pertama pemondokan tersebut, tidak ada kejanggalan yang ditemukan. Tim lebih banyak berdialog terkait kondisi jamaah dengan dikerumuni petugas kloter dan jamaah haji penghuni pemondokan. Namun ketika rombongan naik ke lantai empat, mulailah tercium bau tak sedap.
Bau yang sangat menyengat itu ternyata bersumber dari toilet yang letaknya bersebelahan dengan kamar-kamar yang dihuni jamaah. engawas DPR yang didampingi empat orang sekretaris komisi dan satu staf ahli. Rombongan DPR pun langsung menyebar dan memasuki kamar-kamar jamaah seraya menanyakan sumber bau tidak sedap tersebut. ”Ini bau bersumber dari mana? Sudah berapa lama seperti ini?” tanya anggota tim dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) Badriyah Fayumi kepada jamaah yang ditemui di kamar.
Pertanyaan sama pun dilontarkan hampir semua tim saat mencium bau tidak sedap tersebut. Jamaah pun mengeluhkan kondisi tersebut dan mengadu kepada DPR agar menjadi perhatian mengingat keberadaan mereka di Mekkah masih lama. ”Kami minta tolong persoalan ini diperhatikan Pak,” tandas seorang jamaah. Permintaan ini spontan dijawab oleh Said Abdullah bahwa itu sudah akan menjadi catatan tim pengawas DPR tersebut.
Kepala Daerah Kerja (Daker) Mekkah Zainal Abidin Supi dan Wakadaker Cepi Supriatna mendampingi peninjauan oleh anggota DPR tersebut. Setelah ditelusuri, kamar mandi di lantai 4 tersebut digunakan sekitar 30 jamaah haji. Masalah tersebut pun menjadi perhatian dari para Panitia Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) dan kemungkinan ada pipa pembuangan yang bocor.
Sementara Di pondokan kedua yang dikunjungi, di wilayah Misfallah Bakhutmah tidak ditemukan kejanggalan. Selanjutnya rombongan melakukan peninjauan pondokan di Sektor enam di wilayah Syauqiah. Walau terletak sekitar enam kilometer dari Masjidil Haram, namun pondokan di Syauqiah ini rata-rata adalah bangunan baru.
Usai melakukan survei ke tiga rumah tersebut, Said Abdullah hanya memprihatinkan kondisi jamaah di pemondokan pertama yang dikunjungi. ”Yang paling mengenaskan adalah pondokan nomor 301 di Aziziah Syissa. Fasilitasnya jauh di bawah standar bahkan menurut saya tidak layak huni. Kamar mandi mampet dan mengeluarkan bau hingga ke kamar. PPIH harus memperbaiki fasilitas kamar tersebut,” tandasnya.
Dikatakan Said yang dari Fraksi PDIP tersebut, catatan itu akan menjadi masukan kepada DPR dan Menteri Agama pada rapat kerja 27 November mendatang. Salah satu masukan kepada Menag nantinya juga masalah persiapan pemondokan dengan membentuk Panitia Kerja Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (Panja BPIH) lebih cepat. ”Semakin cepat pembahasan BPIH, semakin siap dan semakin mudah kita mencari rumah, transportasi, dan katering,” paparnya.
Saat disinggung, apakah mungin kondisi pondokan tersebut akibat plafon harga sewa rumah yang sangat rendah atau sekitar 2000 real per jamaah, Said mengelak. ”Jangan semua hal diukur dengan uang. Uang itu tidak menyelesaikan masalah. Yang terpenting bagaimana membangun sistem, sehingga setiap tahun (PPIH) tidak diuber waktu untuk mencari rumah. Kalau panja BPIH terbentuk Desember nanti, awal tahun 2009 kita sudah bisa mencari rumah. Bukan besaran berapa yang harus dibayar jamaah,” ungkapnya.
Menurut anggota Fraksi PDIP ini, ke depan Panja BPIH harus didahulukan agar pencarian pemondokan tidak tergesa-gesa. Selama ini, kata dia, panja dibentuk setelah pemerintah menyampaikan laporan pertanggungjawaban. ”Tahun depan, laporan pertanggung jawaban tak perlu ditunggu untuk membentuk panja. Kita tunda sampai menunggu audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), dan Panja BPIH sudah bias berjalan setelah selesai musim haji tahun ini,” ucapnya.
Pada kesempatan terpisah, Kepala Staf Tehnis Urusan Haji Nur Samad Kamba menilai masalah perumahan bukan persoalan yang mudah. Dia mengakui, Indonesia yang memiliki jamaah terbanyak merupakan nilai tawar yang tinggi tetapi sekaligus menjadi kelemahan. Sebab, dengan jamaah yang paling banyak, kebutuhan rumah juga semakin tinggi sehingga pemilik rumah di Arab Saudi leluasa memainkan harga rumah.
”Jadi kalau kita ribut dulu soal BPIH, harga pasar naik duluan. Menurut saya, kita diam-diam saja menyewa rumah baik di ring 1 maupun di ring 2 dan kita langsung bayar. Selebihnya, kita tutup kantor seakan-akan tidak butuh rumah lagi agar harga sewa tidak naik. Sebab, harga sewa rumah di Mekkah sangat ditentukan oleh Indonesia dengan kondisi jamaahnya yang paling banyak,” papar Nur Samad. Menurutnya, setelah pemerintah sudah mendapatkan dan menyewa lebih 50 persen perumahaan, baru dibahas masalah BPIH. Jadi nantinya menurut Nur Samad tinggal menyesuaikan dengan harga yang pernah dibayar terlebih dulu.
n osa