Selasa, 13 Desember 2011

Ketika DPR Temukan Pondokan Jamaah di Bawah Standar


Dari ratusan pondokan jamaah haji Indonesia yang tersebar di sejumlah wilayah, setidaknya ditemukan satu di antaranya ternyata di bawah standar yang telah ditetapkan. Ini terungkap saat tim pengawas penyelenggaraan ibadah haji 2008 yang beranggotakan 10 anggota Komisi VIII DPR dipimpin Said Abdullah, Wakil Ketua Komisi, mengunjungi tiga pondokan jamaah yang terpisah di tiga wilayah di Mekah pada Kamis (20/11)

Tim yang beranggotakan sepuluh anggota Komisi VIII DPR tersebut menginjakkan kaki pertama kali di pemondokan nomor 301 di wilayah Aziziah Syissa, sekitar 150 meter dari Masjidil Haram. Rumah tersebut dihuni jamaah haji Indonesia asal kelompok terbang (kloter) Demak Embarkasi SOC (Solo).
Di lantai pertama pemondokan tersebut, tidak ada kejanggalan yang ditemukan. Tim lebih banyak berdialog terkait kondisi jamaah dengan dikerumuni petugas kloter dan jamaah haji penghuni pemondokan. Namun ketika rombongan naik ke lantai empat, mulailah tercium bau tak sedap.

Bau yang sangat menyengat itu ternyata bersumber dari toilet yang letaknya bersebelahan dengan kamar-kamar yang dihuni jamaah. engawas DPR yang didampingi empat orang sekretaris komisi dan satu staf ahli. Rombongan DPR pun langsung menyebar dan memasuki kamar-kamar jamaah seraya menanyakan sumber bau tidak sedap tersebut. ”Ini bau bersumber dari mana? Sudah berapa lama seperti ini?” tanya anggota tim dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) Badriyah Fayumi kepada jamaah yang ditemui di kamar.

Pertanyaan sama pun dilontarkan hampir semua tim saat mencium bau tidak sedap tersebut. Jamaah pun mengeluhkan kondisi tersebut dan mengadu kepada DPR agar menjadi perhatian mengingat keberadaan mereka di Mekkah masih lama. ”Kami minta tolong persoalan ini diperhatikan Pak,” tandas seorang jamaah. Permintaan ini spontan dijawab oleh Said Abdullah bahwa itu sudah akan menjadi catatan tim pengawas DPR tersebut.
Kepala Daerah Kerja (Daker) Mekkah Zainal Abidin Supi dan Wakadaker Cepi Supriatna mendampingi peninjauan oleh anggota DPR tersebut. Setelah ditelusuri, kamar mandi di lantai 4 tersebut digunakan sekitar 30 jamaah haji. Masalah tersebut pun menjadi perhatian dari para Panitia Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) dan kemungkinan ada pipa pembuangan yang bocor.

Sementara Di pondokan kedua yang dikunjungi, di wilayah Misfallah Bakhutmah tidak ditemukan kejanggalan. Selanjutnya rombongan melakukan peninjauan pondokan di Sektor enam di wilayah Syauqiah. Walau terletak sekitar enam kilometer dari Masjidil Haram, namun pondokan di Syauqiah ini rata-rata adalah bangunan baru.

Usai melakukan survei ke tiga rumah tersebut, Said Abdullah hanya memprihatinkan kondisi jamaah di pemondokan pertama yang dikunjungi. ”Yang paling mengenaskan adalah pondokan nomor 301 di Aziziah Syissa. Fasilitasnya jauh di bawah standar bahkan menurut saya tidak layak huni. Kamar mandi mampet dan mengeluarkan bau hingga ke kamar. PPIH harus memperbaiki fasilitas kamar tersebut,” tandasnya.

Dikatakan Said yang dari Fraksi PDIP tersebut, catatan itu akan menjadi masukan kepada DPR dan Menteri Agama pada rapat kerja 27 November mendatang. Salah satu masukan kepada Menag nantinya juga masalah persiapan pemondokan dengan membentuk Panitia Kerja Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (Panja BPIH) lebih cepat. ”Semakin cepat pembahasan BPIH, semakin siap dan semakin mudah kita mencari rumah, transportasi, dan katering,” paparnya.
Saat disinggung, apakah mungin kondisi pondokan tersebut akibat plafon harga sewa rumah yang sangat rendah atau sekitar 2000 real per jamaah, Said mengelak. ”Jangan semua hal diukur dengan uang. Uang itu tidak menyelesaikan masalah. Yang terpenting bagaimana membangun sistem, sehingga setiap tahun (PPIH) tidak diuber waktu untuk mencari rumah. Kalau panja BPIH terbentuk Desember nanti, awal tahun 2009 kita sudah bisa mencari rumah. Bukan besaran berapa yang harus dibayar jamaah,” ungkapnya.

Menurut anggota Fraksi PDIP ini, ke depan Panja BPIH harus didahulukan agar pencarian pemondokan tidak tergesa-gesa. Selama ini, kata dia, panja dibentuk setelah pemerintah menyampaikan laporan pertanggungjawaban. ”Tahun depan, laporan pertanggung jawaban tak perlu ditunggu untuk membentuk panja. Kita tunda sampai menunggu audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), dan Panja BPIH sudah bias berjalan setelah selesai musim haji tahun ini,” ucapnya.
Pada kesempatan terpisah, Kepala Staf Tehnis Urusan Haji Nur Samad Kamba menilai masalah perumahan bukan persoalan yang mudah. Dia mengakui, Indonesia yang memiliki jamaah terbanyak merupakan nilai tawar yang tinggi tetapi sekaligus menjadi kelemahan. Sebab, dengan jamaah yang paling banyak, kebutuhan rumah juga semakin tinggi sehingga pemilik rumah di Arab Saudi leluasa memainkan harga rumah.

”Jadi kalau kita ribut dulu soal BPIH, harga pasar naik duluan. Menurut saya, kita diam-diam saja menyewa rumah baik di ring 1 maupun di ring 2 dan kita langsung bayar. Selebihnya, kita tutup kantor seakan-akan tidak butuh rumah lagi agar harga sewa tidak naik. Sebab, harga sewa rumah di Mekkah sangat ditentukan oleh Indonesia dengan kondisi jamaahnya yang paling banyak,” papar Nur Samad. Menurutnya, setelah pemerintah sudah mendapatkan dan menyewa lebih 50 persen perumahaan, baru dibahas masalah BPIH. Jadi nantinya menurut Nur Samad tinggal menyesuaikan dengan harga yang pernah dibayar terlebih dulu.

n osa

Hati-Hati Foto Paksa

MEKAH–Jemaah calon haji Indonesia harus waspada ulah juru foto amatir yang menjual jasa secara paksa dan banyak beroperasi di tempat-tempat bersejarah di kota Mekkah. Seperti peristiwa yang menimpa jemaah asal Indramayu pada Ahad (23/11), saat mengunjungi kaki Jabal Tsur. Ketika tiba langsung diserbu joki Unta, diikuti juru foto amatir langsung mengabadikan momen tersebut.

Ketika selesai berapa kali jepret, juru foto langsung jadi itu menyodorkan hasil jepretannya sebanyak 7 lembar, dengan harga perlembar 10 riyal. Suasana ribut sempat terjadi, dengan menggunakan bahasa Arab si juru foto amatir minta dibayar 70 riyal. Sementara jemaah asal Indramayu, dibantu salah seorang pemandu juga asal Indonesia yang pandai bahasa Arab langsung menolak keinginan juru foto itu. Hingga sempat terjadi adu argumen dengan bahasa Arab bernada tinggi, disaksikan jemaah Indramayu yang masih kebingungan.

Salah seorang jemaah calon haji asal Indramayu Sunanto, mengatakan bahwa ia tidak pernah minta difoto. ”Juru foto amatir tersebut tiba-tiba langsung minta dibayarkan fotonya per lembar 10 riyal, saya menolak,” kata Sunanto.

Ketika juru foto amatir memaksa hasil jepretannya minta dibayar, seorang warga Arab Saudi menengahi keadaan, berupaya menetralisir. Sementara itu jemaah asal Indramayu yang sempat tegang dibuat juru foto amatir,langsung dibawa ketua regu bergegas meninggalkan lokasi dengan menggunakan mobil.

n osa

Jasa Kursi Roda di Masjidil Haram

Banyaknya jumlah jamaah udzur dari berbagai negara, membuat penjual jasa kursi roda di Masjidil Haram panen rejeki. Bames bin Ibrahim, warga Arab Saudi, dengan bahasa `Tarzan` mengungkapkan bahwa ia bersama rekan-rekannya yang menjadi anak buahnya, bisa mengumpulkan uang sehari sekitar 200 hingga 300 real. Dari pantauan //Republika//, tampaknya Bames adalah salah seorang `bos` penjual jasa kursi roda di Masjidil Haram. Ia memiliki beberapa `anak buah`. `Anak buah` Bames ini tampak selalu melapor pada Bames usai ia menunaikan tugas mengantarkan jamaah yang menggunakan jasa kursi roda `paket umrah`

Sejumlah `anak buah` Bames tampak masih anak-anak. Ada yang berusia di kisaran 13 tahun hingga 20-an tahun. Namun mereka memang tampak cepat dan gesit mendorong jamaah yang menggunakan jasanya, walaupun badan jamaah rata-rata lebih besar dari badan para pendorong kursi roda ini.
Dikatakan Bames yang baru berusia 23 tahun namun mengaku sudah memiliki dua istri dan tiga anak ini bahwa untuk tarif dari luar areal ke dalam Masjidil Haram atau sebaliknya, biasanya mereka meminta sekitar 10 hingga 15 real. Itupun terkadang jamaah memberikan tambahan. “Tapi kalau untuk jasa mulai awal hingga proses rangkaian umah selesai, yaitu Tawaf tujuh putaran dan Sa`i Sofa-Marwa tujuh kali, sekarang rata-rata jasanya sekitar 200 real,“ tandas Bames.

Jika sudah mendekati musim puncak haji, tarif itupun menurutnya akan naik seiring dengan banyaknya pencari jasa kursi roda. “Kalau sudah mendekati puncak haji, jika seluruh rangkaian Umrah, biasanya bisa mencapai 500 real,“ tutur Bames. “Nah, nanti kalau untuk Tawaf Wadha atau tawaf perpisahan, itu bisa mencapai 500 hingga 700 real,“ tambahnya. Kursi roda, yang menjadi modal utama mereka, tampaknya merupakan milik mereka sendiri.

Para penjual jasa kursi roda ini harus menguras tenaga ekstra. Pasalnya, dalam beberapa hari belakangan, kondisi Masjidil Haram sudah mulai padat. Sehingga khusus jamaah udzur dengan kursi roda, Tawaf dilakukan di lantai dua. Tentunya jarak tempuh mereka mengelilingi Ka`bah lebih melebar atau lebih jauh dibanding Tawaf di bawah atau persis di depan Ka`bah. Cukup banyak jamaah haji Indonesia yang udzur atau lanjut usia yang melakukan Tawaf di lantai dua dengan menggunakan kursi roda. Namun mereka biasanya dibantu oleh rekan atau saudara sesama jamaah.

n osa

Antisipasi Cuaca Ekstrim

Mungkin para calon jamah sudah banyak mendengar dari saudara, rekan atau dari pihak Departemen Agama maupun Departemen Kesehatan yang mengingatkan untuk mengantisipasi cuaca ekstrim di Arab Saudi. Namun tidak ada salahnya jika saya kembali mengingatkan pada para jamaah terkait persiapan yang perlu dilakukan selama menjalankan ibada. Antara Jedah, Madinah dan Mekah, memiliki rentang suhu udara yang cukup bervariatif.

Di Jedah, suhu udara di malam hingga pagi hari berada di kisaran 15-16 derajat Celcius. Sementara pada siang hari di rentang antara 18 hingga 23 derajat Celcius. Bahkan hujan lebat turun pada satu dua hari terakhir ini. Cuaca demikian tentunya berbeda jauh dengan kondisi rata-rata umumnya di Indonesia. Mungkin selain pakaian seragam yang didapat para jamaah, perlu untuk membawa pakaian hangat seperti jaket tebal, sweater dan lainnya.Juga pakaian dalam tampaknya juga perlu dua atau bahkan tiga lapis. Terutama bagi yang tidak tahan dingin.

Begitu nanti para jamaah bergeser ke Mekah, akan mendapatkan kondisi suhu udara yang berbeda. Saat ini di Mekah jika malam hingga pagi hari berada di rentang suhu 25 hingga 27 derajat Celcius. Sementara pada siang hari sekitar 27 hingga 30 derajat Celcius. Sedangkan suhu udara di Jedah saat ini berada di kisaran 29 hingga 32. Kondisi cuaca ini, baik di Mekah, Medinah dan Jedah diprediksi akan semakin dingin saat memasuki bulan Desember nanti

Selain pakaian hangat, jamaah juga perlu memakai pelembab kulit dan wajah. Ini untuk menghindari kering pada kulit. Yang perlu diantisipasi terutama pada bagian tumit, hidung dan wajah. Sangat rawan, kulit di bagian tumit ini. Tentunya jika sudah pecah-pecah bahkan bisa sampai berdarah, akan mengganggu aktifitas ibadah kita selama di Tanah Haram. Juga jangan segan-segan atau malu untuk selalu menggunakan pelembab bibir atau lipgloss untuk menghindari bibir pecah-pecah.

Jamaah juga diharapkan membawa obat-obatan, terutama yang terkait dengan gangguan seperti flu, batuk pilek serta gangguan pernafasan. Upayakan untuk tidak mengkonsumsi air dingin atau air es selama di Saudi. Walaupun selama di Tanah Suci ada petugas kesehatan, akan lebih baik jamaah untuk membawa obat-obatan yang biasa dikonsumsi di tanah air untuk mengantisipasi. Sementara untuk menjaga stamina tubuh, usahakan untuk banyak minum dan banyak mengkonsumsi buah-buahan selama di Tanah Suci ini. Mungkin perlu juga mengkonsumsi vitamin atau multi vitamin untuk membantu kebugaran dan daya tahan tubuh.

Kacamata gelap atau hitam sangat diperlukan, karena jika sudah siang hari, matahari bersinar sangat terik. Sebaiknya jemaah juga selalu menggunakan masker, terutama saat berada di Mekah dan Armina. Pasalnya, di sekitar Masjidil Haram, masih berlangsung aktivitas pembongkaran-pembongkaran bangunan-bangunan terkait perluasan kompleks Masjidil Haram. Sementara untuk di Armina nanti, untuk mengantisipasi hawa dingin plus debu akibat angin.

Selain itu semua, pemerintah juga menghimbau pada para jamaah untuk tidak memforsir tenaga untuk terus menerus ke Masjidil Haram. Ini diperlukan untuk mempersiapkan diri pada puncak Ibadah haji di Armina. Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) telah menyiapkan lembaran himbauan tersebut yang nantinya akan ditempel di tiap-tiap pondokan jamaah. Tertulis dalam himbauan itu bahwa pendapat dari Ulama Besar yaitu Imam Assuyuti dalam Kitab Al Asbah Wan Nadhoir halaman 788, yang artinya 'Pahala yang dilipatgandakan 100 ribu di Tanah Haram tidak hanya di Masjidil Haram, tetapi berlaku di seluruh Tanah Haram.

Jamaah juga dihimbau untuk selalu mengenakan seragam. Ini akan mempermudah pemantauan pergerakan jamaah oleh petugas kita. Jika bepergian, hendaknya secara berkelompok atau beregu. Upayakan selalu ada laki-laki yang mendampingi ibu-ibu, jika ingin bepergian. Jamaah juga dihimbau untuk selalu bersikap ikhlas dan tawakal serta sabar.

Mudah-mudahan sedikit masukan ini bisa bermanfaat bagi para jamaah. Selamat menunaikan ibadah haji, Insya Allah kami petugas PPIH di Jedah, Madinah dan Mekah siap menerima dan membantu sepenuhnya tamu-tamu Allah SWT. Labbaik Allahumma Labbaik..

n osa

Dam Haji Tamattu, Haji 2008


Sebagai salah seorang yang melaksanakan tata cara berhaji dengan cara Tamattu atau mengerjkan umrah terlebih dahulu sebelum berhaji, saya diwajibkan untuk membayar dam. Sesuai buku bimbingan ibadah yang saya baca, dam untuk haji tamattu adalah menyembelih seekor kambing sebagai kurban atau berpuasa selama sepuluh hari. Dengan ketentuan tiga hari dikerjakan ketika dalam masa haji, tujuh hari lainnya dikerjakan setelah tiba di kampung halaman.

Dan hampir seluruh jamah haji Indonesia akan melaksanakan ibadah hajinya dengan cara haji Tamattu. Karena baik gelombang satu, yang melalui bandara Medinagh dan gelombang dua, yang melalui bandara di Jedah, akan melaksanakan umrah terlebih dulu, baru melaksanakan ibadah haji.

Saya dan sejumlah rekan sesama Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) memilih untuk membayar dam dengan berkurban. Setelah sekitar enam hari sejak kedatangan kami di Mekah, berusaha untuk mencari kambing untuk disembelih sebagai kurban. Karena terus terang, kurang puas rasanya jika tidak melihat secara langsung proses penyembelihannya.

Alhamdulillah, ada seorang mukimin berasal dari Madura, Ibu Hainan berkenan membantu kami. Ia dan adiknya Salim, memang biasa membantu jamaah mencarikan kambing dan juga membawa atau mengantarkan jamah langsung melihat proses penyembelihan kambing dam-nya.

Harga kambing pun disepakati yang seharga 260 real. Angka tersebut ditambah ongkos penyembelihan kambing 15 real dan saya dan rekan-rekan sepakat memberi ibu Hainan masing-masing lima real. Kami, seluruh kru MCH ditambah lima rekan petugas dari kesehatan dan Depag, berangkat dengan kendaran operasional MCH, yang dipiloti seperti biasa oleh Pak Deden.

Kami menuju pasar kambing di wilayah Jabal Nur, tepatnya wilayah Al Muasim. Terletak sekitar enam hingga tujuh kilometer dari Masjidil Haram. Sesampainya di Pasar Kambing Al Muasim, ternyata banyak pedagang yang menempati areal sekitar 10 hektar tersebut. Jenis dan besaran kambing juga sangat bervariatif. Bahkan ada kambing yang seharga 800 an real (satu real sekitar 2800 rupiah).

Kambing yang kami pesan pun telah disiapkan dan siap diangkut dengan kendaraan sedan yang telah dibuka jok belakangnya. Sebanyak 12 kambing tersebut kemudian dibawa ke tempat pemotongan atau rumah potong yang terletak persis di sebelah pasar kambing itu.

Sesampai di tempat pemotongan, kambingpun diturunkan dari mobil sembari diawasi langsung oleh Dokter Hewan yang bekerja di tempat pemotongan itu, Drh. Hassan Awadallah. Menurutnya, pihak Dinas Kesehatan Hewan, melakukan pengawasan dan pengecekan terhadap kambing yang akan disembelih. Pertama, secara kasat mata, apakah ada cacat atau tidak, kedua, diperiksa bagian jeroan seperti hati dan limpanya, untuk mengetahui apakah kambing itu berpenyakit atau tidak.

Menurut Hassan, jika sudah mencapai puncak haji nanti, satu tempat pemotongan hewan yang luasnya sekitar lima hektar itu, jumlah dam kurban yang ditangani bisa mencapai sepuluh ribu kambing perhari dan ditangani oleh 60 dokter hewan. Sementara di wilayah Al Muasim tersebut terdapat tiga tempat pemotongan hewan. Selesai menyaksikan proses pemotongan, kamipun kembali ke Kantor Daker Mekah.

Pemerintah, seperti disampaikan pembimbing ibadah Daker Mekah, Nunun Firdaus, menyerahkan sepenuhnya pilihan pada jamaah. Apakah akan membayar dam melalui bank, melalui KBIH ataupun melaksanakannya sendiri dengan melihat secara langsung proses penyembelihan. Menurutnya, biasanya pihak KBIH sudah mengkoordinir untuk pembayaran dam tersebut.

n osa

Gua Hira, Haji 2008


Setelah delapan hari di Mekah, saya dan enam rekan yang tergabung dalam Media Center Haji (MCH) Daerah Kerjker Mekah berkesempatan berziarah ke Gua Hira di Jabal Nur. Gua tempat Rasulullah SAW menerima wahyu untuk pertamakalinya dari Allah SWT melalui Malaikat Jibril, yaitu surat Al Alaq. Kami baru bisa ke Jabal Nur, karena memang hari-hari sebelumnya liputan kami seputar persiapan Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), termasuk kesiapan pondokan jamaah di Mekah.

Sekitar pukul 06.30 Waktu Arab Saudi (WAS), kami bersembilan (karena ibu Novi dan dr. Leli yang kebetulan sedang tidak piket, juga ingin ikut) berangkat. Letak Jabal Nur sekitar 6,5 kilometer sebelah utara kota Mekah. Kami berangkat pagi dengan kendaran Hiace, mobil operasional MCH yang memag selalui dipiloti Pak Deden. Memang banyak yang menganjurkan untuk ke Gua Hira sebaiknya berangkat pagi, bahkan bisa setelah Shalat Subuh. Ini antara lain untuk menghindari panas terik matahari dan situasi yang semakin siang biasanya semakin ramai peziarah. Puncak Jabal Nur masih tampak jelas menjulang ke langit Kota Mekkah jika dipandang dari Wisma Haji Indonesia, di kawasan Aziziyah Janubiyah.

Untuk mencapai tempat berkhlwatnya (mengasingkan diri) Rasululah SAW tersebut, yang pasti diperlukan sikap optimis dan keyakinan diri untuk bisa mencapai puncak. Ini penting, karena tidak sedikit yang gagal mencapai puncak dan melihat Gua Hira, karena sudah merasa pesimis melihat tingginya Jabal Nur. Berdasarkan tulisan-tulisan di puncak Jabal Nur, ketinggian Gua Hira adalah 2500 feet dari kaki atau dataran terendah di sekitar Jabal Nur.

Selain itu, yang jelas kesiapan fisik serta bekal khususnya minuman yang cukup. Saya anjurkan jangan terlalu membawa banyak barang dalam pendakian. Cukup mungkin sekitar dua bungkus biskuit, coklat dan sedikit kurma serta sebotol air minum atau jus buah. Serta kamera saku atau cukup kamera telpon genggam tentunya. Sebaiknya semua dikemas dalam tas punggung agar praktis. Usahakan mengenakan alas kaki yang anti slip atau anti licin. Sebaiknya menggunakan sepatu dan kaos kaki, untuk menghindari lecet. Saya sendiri memakai sepatu sandal lengkap dengan kaos kaki. Jangan lupa penutup kepala dan kaca mata gelap.

Di awal pendakian hingga ke pertengahan jalan menuju puncak bukit berkerikil itu pun hanya bisa dilalui satu orang. Tangga yang terbuat dari susunan batu bersemen hanya dijumpai pada pada pos tengah hingga ke Gua Hira. Tidak hanya melewati batu terjal berliku dengan kecuraman dinding sekitar 60 derajat, juga tak ada tempat untuk pegangan, kecuali bebatuan besar yang terletak di sisi jalan setapak.

Menjelang puncak, kami temui sejumlah fakir miskin meminta-minta shodaqoh di sisi kiri kanan jalan. Juga ada beberapa pedagang menjual minuman serta seperti tasbih, minyak wangi, dan foto-foto Gua Hira. Di puncak Jabal Nur juga terdapat seekor Onta yang disewakan sekedar untuk berfoto di atas punggungnya. Mereka menawarkan dagangan dan sewan ontanya dengan bahasa Indonesia yang sedikit terbata. Untuk naik onta sekedar berfoto, kami akhirnya dikenakan tarif dua real perorang. Walau sempat beberapakali istirahat sejenak melepas lelah, akhirnya kami sampai di puncak Jabal Nur. Luar biasa melihat pemandangan kota Mekah dari puncak Jabal Nur. Bahkan Masjidil Haram pun bisa terlihat dari puncak Jabal Nur.

Untuk mencapai Gua Hira di Puncak Jabal Nur itu, kita harus melewati terlebih celah-celah atau lorong dengan dinding bebatuan sepanjang lima meter. Celah itu hanya bisa dilalui satu orang. Di ujung lorong, baru bisa kita lihat Gua Hira, tempat Rasulullah SAW mengasingkan diri atau berkhalwat atau bertahannuf. Yaitu cenderung pada kebenaran, berserah diri kepada Allah SWT. Subhanallah! Para peziarah pun tampak antri untuk bisa melakukan shalat di dalam Gua Hira.

Saya sempat menitikkan air mata, membayangkan ribuan tahun yang lalu, Rasulullah SAW yang sebelum mendapatkan Wahyu pertama tersebut, sudah sangat sering dalam kurun waktu tahunan, berkhalwat atau mengasingkan diri di Gua Hira. Membayangkan perjuangan Rasulullah SAW saat melakukan pendakian dan saat berkhalwat di gua batu di atas ketinggian 2500 feet atau sekitar 750 meter tersebut.

n osa

Minyak Wangi, Zamzam dan Tisu, Haji 2008


Berada di Tanah Haram, khususnya di Masjidil Haram membuat orang tak mau kehilangan kesempatan sedikitpun untuk beramal, berbuat kebajikan, semata mengharap pahala dari Sang Pencipta. Kondisi ini saya rasakan saat berada di Masjidil Haram saat akan menunaikan Shalat Jumat.

Kebetulan pada Jumat (7/11) lalu, saya dan empat rekan Media Center Haji (MCH) Mekah lainnya, liputan di Sektor enam di Syauqiah dan Sektor 12 di wilayah Tan'im yang berjarak sekitar tujuh hingga delapan kilometer dari Masjidil Haram. Kesempatan ini tidak kami sia-siakan, karena lokasi tempat liputan kami sudah dekat dengan Masjid Tan'im, salah satu tempat Miqod atau batas Tanah Haram. Usai liputan, kamipun ke Masjid Tan'im dan berniat Ihram untuk melakukan Ibadah Umrah.

Setelah mandi besar, shalat sunnah dan memantapkan niat Umrah di Masjid Tan'im, kamipun berangkat ke Masjidil Haram. Alhamdulillah, tiba di Masjidil Haram, waktu masih menunjukkan sekitar pukul 11.00 WAS (Waktu Arab Saudi). Sementara Waktu Dhuhur adalah sekitar pukul 12.00 WAS. Kami berlima setelah masuk Masjidil Haram, langkung melakukan Tawaf. Mungkin karena hari Jumat, saat itu cukup padat jamah yang melakukan Tawaf.

Subhanallah, saat Tawaf inilah saya benar-benar melihat bagaimana jamaah berlomba-lomba berbuat kebajikan pada sesamanya, semata mengharap Ridho dari Allah SWT. Misalnya, tidak sedikit orang yang di kedua tangannya memegang masing-masing sekotak tisu saat bertawaf. Jadi siapapun dipersilahkannya untuk mengambil tisu yang dibawanya itu untuk sekedar membersihkan wajah dari keringat. Mereka tak peduli siapa, berkulit apa dan berasal dari negara mana, yang mengambil tisu darinya itu. Padahal, kebetulan salah satu yang saya lihat, orang yang membawa tisu ini kebetulan orang berkulit hitam dan dia sendiri bermandikan peluh.

Selain itu, beberapa jamaah lainnya, berdiri di pinggir jalur terluar orang bertawaf sembari memegang dua gelas air zamzam di tangan kanan dan kirinya. Sama, merekapun sembari sedikit berteriak, menawarkan air zamzam itu pada jamah yang tengah Bertawaf. Spontan tawaran air zamzam ini cepat 'laris' karena banyak peminatnya. Setelah dua gelas zamzam itu 'laris', orang itupun kembali mengambil zamzam di tempat deretan wadah besar air zamzam yang tak jauh dari tempat ia berdiri semula.

Tak jauh dari orang yang menawarkan air zamzam ini, berdiri orang Arab yang mengenakan gamis putih dan bersorban. Ia memegang mungkin puluhan Tasbih di tangannya dan dibagi-bagikan pada jamaah yang tengah bertawaf. Ia juga memegang satu botol kecil minyak wangi dan mengoleskannya pada punggung tangan jamaah yang sengaja menghampirinya. Subhanallah.

Melihat empat kejadian tersebut, terus terang, pikiran saya langsung 'terbang' ke negeri saya tercinta Indonesia. Saya langsung membayangkan betapa indahnya kita hidup damai berdampingan saling bantu dan saling menghargai. Tak ada tawuran, ribut-ribut, aksi demo yang berakhir dengan bentrok dan segala macam kekerasan yang saat ini marak di Indonesia. Apalagi saat ini kondisi negara kita sudah mulai memanas menjelang Pemilu 2009.

Alangkah indahnya bila semua pihak bisa sama-sama menahan diri, menahan emosi demi terciptanya hidup rukun dan damai dan penuh dengan rasa kebersamaan. Mungkin empat kejadian yang saya sampaikan tadi bisa menjadi contoh bagi kehidupan kita di Tanah Air. Bagaimana kita harus bersikap dalam menjalankan hubungan dengan sesama dan tentunya hubungan dengan Sang Pencipta.

n osa